
Perjalananku ke pulau ini syarat
dengan kenangan yang di dalamnya ada cinta dan hasrat serta pertemanan yang
hangat sampai ikatan emosional dengan tempat-tempat di bali, bahkan pengalaman
mistis juga ada. semua ceritaku kutuangkan dalam karya kompilasi bersama
mahasiswaku.
Pulau Dewata
sebutan lain untuk pulau Bali. Pulau yang syarat cerita, apalagi bagi yang
pertama kali mengunjungi pulau ini. Jangankan menginjakkan kaki di tanah Bali,
atau saat tiba di pelabuhan Gilimanuk. Waktu di Ferri penyeberanganpun kita
sudah disuguhi pengalaman magis perubahan waktu dari WIB ke WITA. Apalagi kalau
malam hari. Terasa banget keunikan ini, saat kapal penyeberangan ini berputar
mengikuti arah menghindari gelombang menuju bibir dermaga Gilimanuk. Saat itu
pula seringkali waktu di jam tangan kita sering berubah-rubah. Misalkan dari
jam 01.00 jadi jam 02.00 begitu seterusnya, hingga kapal benar-benar merapat di
dermaga.
Saat menuruni tangga kapal hidung kita sudah mencium
aroma khas pulau Bali. Aroma yang tidak akan kita temukan di tempat lain. Hal
ini akan kita rasakan jika ini adalah pengalaman pertama menghirup udara pulau
ini. Sulit digambarkan dengan kata-kata, hanya bisa diidentifikasi secara nyata
oleh indra penciuman kita. Terasa laksana perpaduan antara hawa kuburan dan
hawa dingin sedikit berbau khas yang samar, yang menghasilkan aroma magis
sehingga sedikit membuat bulu roma dan kuduk merinding untuk beberapa saat.
Yang jelas sangat berbeda ketika kita masih berada di pulau Jawa atau di sisi
lain pulau ini di dermaga Ketapang Banyuwangi.
Bagiku nuansa aroma mistis ini memang sudah tidak sekuat
dulu waktu pertama kali ke mari. Tapi, walaupun udah keempat kalinya ke Bali,
tetap saja nuansa magis ini masih kurasakan. Apalagi, ingatanku kembali ditarik
ke cerita-cerita mistis yang beredar di masyarakat bahwa Pulau Bali adalah
pulau yang syarat dengan misteri dan harus berhati-hati jika berada di pulau
ini. Mitos-mitos seperti, jangan buang air di sembarang tempat, atau menjemur
pakaian dalam di sembarang tempat juga harus hati-hati, karena bisa kerasukan
atau diganggu makhluk asral. Mulai dari jin hingga yang paling populer
dikunjungi si “Leak” atau “liya ak” (identik dengan makhluk berwajag seram
dengan gigi bertaring dengan berbalut kain kotak-kotak hitam putih), bukan
hanya Mitos belaka, walaupun saat ini semakin sedikit, kecuali daerah Bali
pedalaman semacam Sanur. Tetapi, siapa yang berani bermain-main dengan makhluk
asral ini. Silahkan coba langgar pantangannya.
Cerita-cerita semacam itu sudah lama sekali saya dengar
dari masyarakat, khususnya dari orang-orang yang pernah ke pulau Bali. Bahkan
pernah tersiar kabar kalau seorang perantau di daerahku Jember, pernah
kehilangan alat kelaminnya, dan anehnya setelah nyeberang kembali ke pulau
Jawa, atau nyampai di pelabuhan Ketapang, alat kelaminnya bisa kembali. Banyak
lagi cerita-cerita mistis yang berkembang di masyarakat yang pernah merantau di
pulau Bali. Ya.. karena daerahku Jember
cukup dekat dengan pulau Bali. Hanya dipisah satu kabupaten yaitu Banyuwangi,
sehingga dari Jember ke Bali hanya butuh kurang lebih tiga jam.

Kedekatan Jember dengan Bali menyebabkan banyaknya warga
Jember yang merantau mengadu nasib di sana. Hal ini berlangsung sejak tahun
80-an. Dimana pada masa itu hingga 90-an adalah masa kejayaan Bali, karena
dunia internasional lebih mengenal Bali daripada negaranya Indonesia. Sehingga
banyak sekali masyarakat dunia yang berkarya wisata ke pulau ini. Dengan
banyaknya turis yang hadir di pulau ini, otomatis telah merubah berbagai
tatanan di Bali. Khususnya perekonomian warganya semakin baik. Dan Dollar
menempati sisi terbaik di sini. Sehingga segala harga apapun berdasar standar
Dollar. Dengan daya tarik ekonomi yang tinggi inilah mengundang wisatawan domestik
datang merantau untuk mengadu nasib. Dan daerah terbanyak yang merantau di
sini, tentu kabupaten-kabupaten terdekatnya. Kalau di Jawa, pastilah Banyuwangi
dan Jember, serta beberapa kabupaten lainnya di Jawa Timur.
Sebenarnya saya baru menemukan jawaban, atas pertanyaan
saya selama ini tentang Bali. Mengapa Bali pada saat dekade 80-90an lebih
dikenal daripada negaranya sendiri Indonesia. Bahkan Bali menjadi tujuan wisata
dunia. Entah ini benar atau tidak, saya menemukan pernyataan yang sedikit menggelikan
termasuk takjub. Bahwa, ditengarai ketertarikan negara-negara Eropa terhadap
Bali pada awalnya, adalah dipicu oleh fakta bahwa gadis Bali dulunya cara
berpakaiannya dengan bertelanjang dada. Waaah, bisa dibayangkan dong eksotisme yang ditampilkan gadis Bali ini. Kita khan tahu, mereka
biasanya hampir setiap saat mengadakan ritual keagamaan, dengan keluar rumah
menjunjung sesajen berupa gunungan bermacam-macam seperti buah-buahan di atas kepala mereka. Coba kita bayangkan mereka berjalan
rapi beriringan menyungging gunungan dan bawa “canang” (media sembahyang),
dengan tangan ke atas dan dada terbuka. Waaah, pastilah eksotis sekali. Naaah,
inilah yang pada awalnya mengundang wisatawan Eropa hadir di Bali, sehingga
lambat laun Bali menjadi terkenal di dunia.
Cerita tentang Bali memang tidak akan ada habisnya,
karena bukan hanya panorama alamnya, tetapi juga kehidupan masyarakatnya yang
unik dan khas. Kuatnya kultur budaya yang dikendalikan oleh hukum adat,
menyebabkan tatanan setiap segi kehidupan masyarakat Bali diatur berdasarkan
norma-norma adat. Biasanya pemuka adat dipangku oleh orang yang dianggap
linuwih dan mampu memberikan solusi setiap permasalahan yang dihadapi warganya.
Kehidupan masyarakat Bali tidak lepas dari ritual keagamaan, hampir setiap hari
para wanita membuat “canang” berbagai bahan untuk sembahyang dan pemujaan. Dan
setiap segi kehidupan baik diri dan lingkungan masyarakat ditanyakan pada
pemangku adat. Jadi adat memegang kendali utama pada kehidupan masyarakat Bali.
Okay....kembali pada awal kita menginjakkan kaki di tanah
Bali tadi. Jadi, kita biasanya akan berdoa dulu selepas menginjakkan kaki di
tanah Bali, baik secara bersama maupun dalam hati terus memohon agar dijauhkan
dari marabahaya dan godaan jin serta syetan laknatullah. Selepas itu kita akan
terbiasa. Karena semakin dalam kita masuk ke bagian pulau ini akan cair dengan
sajian panorama syarat keindahan.
Setelah memijakkan kaki dan menapakkan langkah semakin
kita beranjak menjauh dari dermaga Gilimanuk dan perlahan masuk dengan jalan
kaki kemudian berkendara. Maka kita akan semakin sulit memejamkan mata.
Rentetan panorama yang bertubi akan memenuhi indra visual kita. Godaan
pemandangan benar-benar menakjubkan. Bahkan letihnya badan dan lelahnya pikiran
kembali fresh larut dalam ilustrasi alam kreasi sang pencipta, lebur dengan
tatanan manusia yang rapi, eksotik kental ritual tradisi. Kitapun akan terbiasa
mendengar percakapan khas bahasa Bali (sepintas terdengar antara perpaduan Jawa
dengan pedalaman), tapi yang pasti kita akan terbawa untuk melafalkan huruf “t”
dengan posisi di ujung lidah. Sehingga kedengarannya jika bicara pada kata atau
kalimat yang bermuatan “t” akan terdengar belum tuntas, seakan tertahan. Tapi
hal itu terdengar indah di telinga.
Tergantung jalur mana yang akan ditempuh, serta lokasi
destinasi wisata mana yang akan dituju. Jika tujuannya menyisiri daerah pulau
Bali di perkotaan, kemudian mengarah ke pusat pulau Bali, yakni Denpasar dengan
Pantai Kutanya. Pastilah, di sepanjang jalan kita akan disuguhi kehidupan
mayarakat Bali melalui bangunan dan ornamen-ornamen yang melingkupinya. Di
setiap pertigaan atau perempatan kita akan disuguhi patung-patung mega besar
para dewa-dewa masyarakat Bali, hingga ke Ngurah Rei. Bahkan dulu ketika untuk
ketiga kalinya ke Bali pada tahun 1997, kita sempat berfoto-foto ria di hampir
setiap patung tersebut. Karena jalan-jalan di kota Bali pada tengah malam di atas jam 12.00, kondisi jalanan sangat sepi, sehingga
kami leluasa menikmati dan berfoto ria di sana. Jika kita menyususri daerah
luar, maka bentangan pantai yang indah di sepanjang tepi pulau seperti Ulu
Watu, Sanur, dan Nusa Dua. Belum lagi danau dan perbukitannya, seperti Bedugul
dan Khintamani adalah daya tarik natural yang sulit diabaikan karena
eksotismenya menawarkan berbagai ragam keindahan yang takkan cukup 1000 halaman
kwarto untuk menceritakannya.
Belum lagi nuansa pedesaan dengan deretan rumah yang
tertata rapi seragam dalam nuansa relief pagar dan gapura lengkap dengan media
pemujaan di setiap sudutnya yang berhiasan ijuk hitam di atasnya berselempang
kain kotak bercorak hitam putih. Terasa sekali nuansa magis sakral namun damai
dalam kentalnya adat dan keagamaan. Dengan latar belakang persawahan yang pada
beberapa sudutnya juga ada media pemujaan bagi sang Hiyang Widi Wasa. Menyatu
dengan rigidnya sistem subak sebagai pola irigasi pada setiap pematang sawah
yang berjejer betalam-talam laksana hierarki indah yang memuaskan mata
memandangnya, menggoda kaki ingin menapaki wanginya khas tanah yang alami.
Berjalan, berlari dan bermain dengan basahnya tanah persawahan yang terbentang.
Sesekali sepanjang perjalanan kita akan disuguhkan
pure-pure yang sangat indah dengan ornamen-ornamen dewa, bunga dan binatang
yang tergores secara presisi penuh imaginasi melarutkan logika dalam arus
sakralitas bermakna. Baiklah, mungkin ada baiknya kita kategorisasi berbagai
nuasa yang dimiliki pulau Bali ini.
Pada kunjunganku kali ini, walaupun berawal dari candaan
mahasiswa angkatan 2013 yang bermain ke rumah. Hingga ide mereka saya suruh
realisasikan dengan membentuk kepanitiaan, dan berhasil berankat kali ini.
Jelas berbeda dengan sebelumnya. Karena bukan hanya sekedar rekreasi atau
melancong semata, tetapi juga bertanggungjawab mendampingi mahasiswa studi
banding di dua lembaga rehabilitasi. Maka tujuan ini harus tercapai dan
terlaksana dengan baik, bukan sebaliknya. Jalan-jalannya yang berhasil tetapi
tujuan utamanya malah di luar sekenario. Waah, ini bisa jadi kenangan yang
cukup getir.
kalau mau tau lebih jauh ceritaku, bisa beli dong bukunya....BALINESIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar