Thursday, May 15, 2025

Find Me

Kamis, 05 November 2020

STORY TELLING

    Dunia anak itu selain bermain, juga syarat akan imaginasi. Anak tanpa distimulasi pun terkadang berimajinasi sendiri. Bahkan terkadang tanpa disadari maupun disadarinya, anak terkadang berimaginasi sendiri saat berkomunikasi dengan orang lain atau di dalam keluarganya. Saat menyampaikan sesuatu, dimana sesuatu itu sebenarnya pendek, oleh anak terkadang dikembangkannya sendiri. Bahkan tidak jarang mereka mengarang ceritanya sendiri. Misalnya saat ia menceritakan mimpinya, cerita tentang mimpinya banyak sekali dibumbui hal-hal yang selingkali tidak logis. Atau saat anak sedang bermain dengan alat-alat permainannya, bisa berjam-jam anak bicara sendiri dan berdialog asyik dengan mainannya. Itu sebenarnya imaginasi yang sangat menarik dan perlu disupport dan didukung, bahkan kalua perlu didengarkan dan ditulis. Dan dipelajari Bersama untuk dapat dirangkai menjadi sebuah cerita indah yang renyah untuk dinikmati.

Sayangnya terkadang perilaku anak yang demkian, berbicara dengan mainannya, atau mengarang-ngarang cerita yang tidak logis. Oleh orang dewasa (orang tua) dianggap perilaku yang kurang baik, dan disuruh diam. Hal itu sebenarnya justru mematikan daya imaginasi yang sangat dekat dengan kreativitas. Ketika dilarang, sebenarnya secara tidak langsung itu menyuruh anak berhenti berpikir (berimajinasi). Yang secara tidak langsung akan berdampak terhadap perkembangan otaknya dalam memahami hal-hal yang abstrak. Karena sebenarnya Ketika mereka berimajinasi tersebut, pada saat itu pula anak sedang melatih kemampuan otaknya. Maka dari itu, sebagai orang dewasa harusnya memahami hal ini, apalagi mereka sudah pernah mengalami masa kecil. Dimana keasyikan berimajinasi itu memberikan kepuasan tersendiri bagi anak, karena memang itulah dunia mereka.

Salah satu aktivitas yang dapat membangkitkan dan mengembangkan imaginasi anak, adalah story tellingStory telling jika dilihat dari segi Bahasa memiliki arti cerita dan menceritakan, yang berarti Echols (1975). Secara istilah story telling menurut Malan (1991). Adalah upaya yang dilakukan oleh pencerita (orang yang bercerita) untuk menyampaikan cerita kepada anak secara lisan, yang di dalamnya mengandung isi perasaan dan pikiran. Awalnya story telling ini hanya ditjukan untuk menghibur atau mengajarkan sesuatu kepada generasi muda agar lebih mudah. Dewasa ini, story tellingberkembang menjadi media terapi psikologi yang terbukti mampu memberikan efek positif terhadap beberapa masalah psikologi. Karena dengan story telling konsep berpikir anak akan berkembang hingga sampai ke taraf analisis. 

Salah satu bentuk cerita yang sering kita alami di masa Cecil adalah dinging pengantar tidur. wah kalas sudah orang tua kita meninabobokkan kita dengan dongeng pangeran atau putri. maka fantasi Anak akan melambung ke cakrawala. 

Penelitian Joseph Campbell (dalam The Golden Surprice 2014) terkait story telling yang terkumpul dalam jurnal kuliahnya di tahun 1980-an, yakni “Transformation of Myth Throught Time” menyatakan bahwa story sangat kaya akan pesan dan pembelajaran hidup. Collin (dalam Isbell dkk., 2004) juga menegaskan bahwa banyak kegunaan di dalam pendidikan utama anak. Story menyediakan suatu kerangka konseptual untuk berpikir, yang menyebabkan anak dapat membentuk pengalaman menjadi keseluruhan yang dapat mereka pahami. Story menyebabkan mereka dapat memetakan secara mental pengalaman dan melihat gambaran di dalam kepala mereka. 

Penelitian Robertson & Karagiogiz (2004) terkait bagaimana reaksi anak pada story telling. Khususnya terkait pandangan gender di dalam cerita, dan pemahaman mereka terhadap cerita, serta pendapat mereka pada karakter-karakter dalam cerita. Dimana subjeknya adalah anak-anak pre-adolesen keturunan Yunani yang tidak dapat berbahasa Yunani terhadap cerita-cerita Yunani. Cerita yang disampaikan ada dua judul, yakni (1) Chrisofeggaraki bercerita tentang seorang wanita yang harus melarikan diri dari rumah karena selalu diincar untuk dibunuh oleh kakak-kakaknya sendiri. Selama dalam pelariannya, Chrisofeggaraki mencoba bertahan dengan adanya cobaan-cobaan yang menghadangnya; (2) The Greek Children bercerita tentang perjuangan kakak beradik George dan Maria dalam melawan musuhnya Master Agas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui story telling dengan menggunakan cerita-cerita rakyat dan diiringi oleh pertanyaan-pertanyaan yang terarah, membuat anak mampu menganalisa cerita tersebut dan menceritakan kembali pendapat mereka. Cara subjek memaknai cerita itu dikaitkan dengan hubungan antar keluarga, ketika membaca bacaan pertama, anak mampu mengatakan bahwa kakak adik seharusnya tidak saling menyakiti dan seharusnya saling mendukung. Reaksi umum terhadap bacaan kedua adalah bahwa bagi siswa laki-laki dan perempuan, George merupakan pahlawan yang mempunyai keberanian dan keteguhan; sedangkan bagi siswi perempuan, Maria merupakan tokoh yang mempunyai keteguhan tinggi, kemauan yang keras dan determinasi yang kuat. 

Jadi story telling sangatlah berguna bagi anak untuk mengembangkan konsep diri dan karakter, karena anak akan mengidentifikasi dirinya dengan tokoh-tokoh yang disukainya dalam cerita. Dan umumnya menyukai karakter yang baik dan heroic.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Designed By