
Bersyukur banget, bila Raisha bisa betah di Ponorogo dan senang sekolah di Al-Hasan. Bagi kami orangtuanya, seperi pulang kandang. Seperti judul tulisan ini. Karena sebelumnya ia sekolah di lembaga Muhammadiyah dan sekarang di lembaga Nahdatul Ulama. He..he.. sekolah yang penuh warna (colorful). Raisha masuk kelas di TK A 1 (istilah di Al-Hasan), setara dengan TK Nol Kecil. Badannya yang bongsor kelihatan banget paling besar di antara teman-temannya. Naluri pemimpinnya yang sudah muncul sedari kecil. Membuatnya selalu berbaris di depan walaupun di hari pertamanya ia tidak canggung sedikitpun. Malah antusias sekali dengan ekspresi yang berbinar-binar. Memang anak satu ini, punya catatan tersendiri dalam hal kemampuan sosialnya. Kosa katanya sangat kaya, dan beragam dengan penempatan makna dan pemakaian yang tepat. Dibanding seusianya, ia dari kecil sudah lancar huruf “R” dan “L”. Bahkan banyak sekali kosa kata yang menurut orang dewasa sulit dipahami penggunaannya. Tetapi ia mampu mengingat dan menerapkannya dalam bahasa kesehariannya. Kita sering kali dibuat geleng-geleng kepala jika muncul suatu kata baru yang menurut seusianya seharusnya belum dipahami.
Belum lagi masalah kemauan dan semangatnya. Dari kecil karakternya gak mau diajarin atau dibimbing. Malah dia sok berlagak bisa. Dengan didukung pernyataan yang menggelikan. “aku tuh biiiiisssaaa miiik, biiii, bisa sendiri gak usah diajarin”. Gitu bilangnya, walaupun kenyatannya sebaliknya. Di sekolahpun begitu, dari dulu awal sekolah di play group, ia jarang banget mau diajarin atau mengerjakan tugas yang diperintahkan gurunya, malah sibuk dengan dirinya sendiri, atau malah main sendiri, gak mau merhatiin gurunya. Tapi anehnya ketika di rumah, ia langsung mencoba apa yang dilakukan di sekolah, dan gigih banget belajar sendiri, diajarin gak mau, malah ngambek. Begitulah Raisha, gayanya sok pintar dan gengsinya itu looh.
Kalau sama temen-temennya inisiatifnya sangat tinggi, dia selalu punya ide untuk ngajak temannya bermain apapun yang terlintas di benaknya. Dan yang kadang menjadi bahan pertengkaran adalah kesukaannya mengatur teman-temannya agar mau mengikuti keinginannya. Kalau temannya gak mau, ia akan bersikeras memaksa. Makanya, ia sangat suka jika ada teman-temannya yang nurut apa yang diinginkannya. Pasti ia akan lama bermain dengannya. Berbeda jika, yang diajak main juga suka mengatur, maka yang terjadi adalah persaingan dan rebutan, ujungnya tidak begitu lama, temannya itu yang dibuat nangis, atau minimal pergi pulang. Lah wong kalau Raisha merasa tidak nyaman oleh temannya, ia akan protes dengan bilang “harusnya kamu itu minta maaaaf sama aku” gitu.
Belum lagi kalau temannya pegang mainan yang ia belum pernah liat. Maka ia dengan berkeras ingin memegang, menggunakan dan memainkan sampai puas. Kadang sampai dibawa pulang. Walaupun temannya nangis minta dikembalikan. Yaaah begitulah Raisha di mata kami. Kami sangat bersyukur dia bisa tumbh besar dan sehat. Walaupun membtuhkan tenaga ekstra untuk menemani dan mendampingi, karena perilakunya yang sangat aktif.
Kembali ke cerita semula, tentang sekolahnya Raisha. Sebelum berangkat ke Ponorogo, ia sudah tidak sabar sekali ingin segera masuk sekolah untuk mendapakan pengalaman baru. Siapapun yang ditemui, mulut mungilnya sudah nyerocos cerita, kalau dirinya akan ikut umiknya sekolah di ponorogo. Dan yang lebih lucu lagi. Buuuaaanyak sekali benda-benda yang disukai, entah itu berkas kerjaan abinya atau umiknya, buku, atau barang-barang utinya. Dimasukkan ke tas, katanya mau dibawa ke Ponorogo, mau dibawa ke sekolah, mau buat main dengan teman-teman barunya. Kondisi ini, dapat dimaklumi, jika dihitung sudah hampir sebulan lebih ia menahan diri belum masuk sekolah. Seharusnya pasca lulus dari Play Group di TK ABA Aisyah Jogja, ia harusnya langsung masuk TK Nol Kecil. Tetapi karena harus menunggu Utinya berankat ke Tanah Suci, jadi tertunda deh sekolahnya Raisha. Akibatnya menjadi kesedihan tersendiri bagi Abinya. Karena tidak bisa seperti ayah yang lain. Mengantar anaknya pertama kali memasuki gerbang sekolah di tahun ajaran baru.
Hari pertama sekolah, ia belum memakai seragam, karena seragam yang dipersiapkan sekolah Al Hasan tidak muat di badannya. Akhirnya di hari kedua, ia bisa memakai seragam, diambilkan dari jatah anak TK Nol Besar. Baru dicoba, ia sangat senang karena seragamnya muat. Dan dia langsung lari ke arah teman-temannya, tidak mau melepas baju seragamnya. Padahal niatnya hanya mencoba. Mungkin ia merasa gak enak dan kurang nyaman berada diantara teman-temannya yang berseragam. Makanya ia sangat senang banget ketika mendapat seragam yang muat di badannya.
Hari-harinya di sekolah dilalui Raisha dengan rang gembira. Walaupun sepulangnya dari sekolah ia kecapean berat, seringkali tepar di ranjangnya mulai jam 15 sampai shubuh menjelang keesokan harinya. Begitulah pola baru yang harus dijalani. Karena sesungguhnya Raisha sangat aktif anaknya. Kalau udah berada di antara sebayanya, ia akan lupa waktu, lupa makan dan minum, bahkan lupa untuk buang air. Saking asyiknya bermain.
Kondisi tersebut perlu penyesuaian kondisi badannya. Karena waktu yang dilaluinya di sekolah lumayan panjang. Dari jam 07 pagi sampai jam 13.00 atau 14.00 baru dijemput Uminya. Dalam kurun waktu enam sampai tujuh jam itu, bisa dipastikan ia selalu bergerak dan bernyanyi teriak-teriak. Kondisi in tentu menguras energi dan fisiknya. Makanya beratnya menyusut. Walaupun di sekolah mendapat jatah makan dua kali. Tetapi tanpa kontrol terhadap mimik air putih, akan sangat berpengaruh terhadap dirinya. Karena sedari kecil Raisha sangat susah mimik air putih. Jangankan air putih yang rasanya tawar. Wong susu aja yang manis susahnya minta ampun (udah gak kehitung jenis susu yang dicoba agar mau diminum). Kalau tidak diberi jus atau buah setiap harinya, ia akan dehidrasi kekurangan cairan.
Bahkan sudah dua kali Raisha ngompol di sekolah, gara-gara asyik main sehingga lupa buang air kecil. Akibatnya belum nyampai ke toilet ia udah gak bisa nahan pipis. Kondisi ini sungguh membuat kami kawatir, terkait pola minum, makan dan waktu bermain serta istirahat. Karena lamanya durasi waktu untuk seusianya. Walaupun di sekolah disediakan tempat istirahat untuk bobo siang. Tetapi yang namanya Raisha kalau udah berada di antara anak sebayanya, ia akan segar bugar bermain dan berlari ke sana- ke mari berebut mainan. Gak kebayang bagaimana ia setiap hari merebut mainan teman-temannya, karena emang dia anaknya susah sekali disuruh ngalah. Pasti membuat teman-temannya menangis kalau udah berbaur.

Sekarang ia sedang melepas kangen dengan Utinya yang baru pulang dari Tanah Suci. Mau apapun manggil Utinya. Mau makan, mimik susu, bobo, jalan-jalan. Utiiii, Utiiii, dan Utiii. Sampai ia bilang gak mau balik lagi ke Ponorogo, lebih enak di sini di Jogja, ramai terus katanya. Heeemmm, ini tantangan baru lagi, agar bisa merayu Raisha untuk mau balik ke Ponorogo. Karena sesungguhnya lingkungan di sana lebih mendukung dibanding di Jogja. Biar belajar menjadi orang desa yang simpel, penuh tenggang rasa dan nilai-nilai budaya ketimuran yang kuat dalam kehidupan sosialnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar